Kamis, 18 Februari 2016

kumpulan makalah Hubungan antara Hukum dan Moral dalam Islam

Hubungan antara Hukum dan Moral dalam Islam
1.      Moral
a.       Definisi Moral
            Secara etimologis moral berasal dari bahasa Belanda moural, yang berarti kesusilaan, budi pekerti. Sedangkan menurut W.J.S. Poerwadarminta moral berarti “ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakukan.[1]Dalam Islam, moral dikenal dengan istilah akhlak. Al-Ghazali dalam karyanya Ihya Ulumuddin menerangkan tentang definisi akhlak sebagai berikut :
            Akhlak adalah perilaku jiwa, yang dapat dengan mudah melahirkan perbuatan-perbuatan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[2] Lebih lanjut bahwa al-Ghazali memaparkan secara eksplisit tentang teori penting mengenai tujuan mempelajari akhlak, yaitu:
a)   Bahwa dengan mempelajari akhlak sebagai studi murni teoritis, yang berusaha memahami ciri kesusilaan (moralitas), tetapi tanpa maksud mempengaruhi perilaku orang yang berusaha mempelajarinya.
b) Mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan sikap dan perilaku sehari-hari.
c) Karena akhlak terutama merupakan subyek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan tentang hal-hal moral.[3]
Beliau juga menekankan bahwa induk atau prinsip dari budi pekerti itu ada empat yaitu : 1) Kebijaksanaan (al-hikmah) 2) keberanian 3) menjaga diri dan 4) keadilan. Bilamana ada insan yang dapat melaksanakan empat prinsip ini, maka akan keluarlah akhlak yang baik secara keseluruhannya.[4]
Bagi umat Islam pendasaran baik dan buruk bagi perbuatan adalah kepada kitab pedomannya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Apa yang dinyatakan baik, maka itulah ukuran kebaikan bagi umat manusia, demikian pula yang buruk.
b.    Landasaran Ajaran Moral.
Allah SWT berfirman :
77. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “Tidaklah aku diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Bukhari, Ahmad dan Baihaqi)
Dengan begitu, esensinya bahwa moral merupakan patokan utama dalam bertindak setiap insan yang diciptakan-Nya. Sehingga pengaturan moral pun secara gamblang dijelaskan di dalam beberapa firman-Nya dan Sunnah.
2.      Hukum Islam dan Moralitas
a.    Urgensi Moral dalam Hukum
      Agama biasa dipahami sebagai hal yang hanya membicarakan masalah-masalah spiritual. Lantaran pemahaman itu, antara agama dan hukum sering dianggap tidak sejalan. Hukum ada untuk memenuhi kebutuhan sosial. Sedangkan agama adalah untuk mengontrol masyarakat dan mengekangnya agar tidak menyimpang dari jalurnya, yaitu norma-norma etika yang ditentukan oleh agama itu sendiri.
        Islam berbeda dari agama lain, karena hukum dan agama, hukum dan moral tidak dapat dipisahkan begitu saja disebabkan diantara memiliki korelasi yang sangat kuat. Oleh karena itu, ruang lingkup hukum Islam mencakup semua bentuk hubungan, baik kepada Tuhan (hablunminallah) dan kepada manusia (habuluminannas). Karena asal-usul, sifat dan tujuannya, hukum Islam secara ketat diika dengan etika agama.[5]
        Syari’ah Islam adalah kode hukum dan kode moral sekaligus (dalam konteks islam). kedua hal tersebut merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia yang berasal dari otoritas kehendak Allah yang tertinggi. Sehingga garis pemisah antara hukum dan moralitas sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas seperti masyarakat Barat pada umumnya. Itulah sebabnya mengapa misalnya, kepentingan dan signifikansi semacam itu melekat pada putusan ulama.
          Contoh hukum islam lain yang sangat mengutamakan moralitas adalah dalam hukum pidana Islam. dalam hukum pidana islam terdapat ketentuan bahwa orang yang melakukan zina (hubungan seksual diluar nikah – ghairu muhsan) diancam dengan pidana cambuk seratus kali di depan khalayak umum.
  
2. perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.[6]
        Dengan begitu dapat kami simpulkan bahwasanya etika/moral saling memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Etika menyelidiki, memikirkan, dan mempertimbangkan tentang yang baik dan buruk, sementara moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan manusia dalam kesatuan sosial tertentu. Etika memandang laku perbuatan manusia secara universal, moral secara tempatan. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Moral sesungguhnya dibentuk oleh etika. Moral bermuara atau buah dari etika.

        Maka esensinya adalah bahwa etika/moral merupakan salah satu objek dari kajian filsafat hukum yang banyak sekali membicarakan tentang baik atau buruk, pantas atau tidak pantas dalam menerapkan segala sesuatunya terhadap objek lain. Hal ini dibuktikan bahwasanya pembentukan hukum akan sangat bergantung dari etika dan moral yang berlaku. Akhirnya antara kedua aspek mengenai etika/moral beserta hukum (hukum konvensial yang banyak menyerap konsepsi barat dan hukum islam sekalipun) merupakan suatu fase simbiosis mutualisme yang tidak dapat dipisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar